Fakta Dunia

Sejarah dan Keunikan Tradisi Perang Pandan Dari Bali

75
×

Sejarah dan Keunikan Tradisi Perang Pandan Dari Bali

Sebarkan artikel ini
Perang Pandan
Sejarah dan Keunikan Tradisi Perang Pandan Dari Bali. Sumber: Dok. instiki

Halo, Sobat Suka Fakta! Pernah dengar tentang Perang Pandan? Eits, jangan bayangkan pertarungan menggunakan senjata tajam atau perang dalam skala besar, ya! 

Pasalnya, Perang Pandan atau yang dikenal sebagai Mekare-Kare adalah tradisi unik milik Bali, tepatnya dari Desa Tenganan di Karangasem. Sob, Desa Tenganan sendiri memang terkenal masih kental warisan budaya Balinya. 

Berbeda dengan perang pada umumnya yang memakan korban jiwa, Perang Pandan justru memiliki nilai spiritual dan historis yang mendalam. Eh, sebelum bahas lebih jauh soal perang ini, kalian tau nggak, kenapa kita harus mempelajari tentang perang ini? Yup, betul! Tentunya karena tradisi ini bukan hanya sekadar perayaan, tapi juga cerminan dari kekayaan budaya di Indonesia

Nah, di artikel kali ini, kita akan ngajak kamu lebih dekat lagi dengan Perang Pandan. Kita bakal ngulik sejarah, prosesi, hingga makna yang terkandung di dalamnya.

Yuk, tanpa berlama-lama, mari kita mulai jelajahi budaya seru ini. So, siap-siap dibuat kagum dengan salah satu kearifan lokal Bali yang masih terjaga sampai saat ini!

Baca Juga : Sejarah, Makna Hingga Keunikan Tradisi Karapan Sapi Madura, Perlombaan Pacuan Sapi yang Diadakan Setiap Tahun

Tradisi ini Digelar Sebagai Bentuk Penghormatan Kepada Dewa Indra, Dewa yang Mengalahkan Maya Denawa

Dewa Indra.
Potret Dewa Indra. Sumber: (wikimedia.org)

Sobat Suka Fakta, sebelum kita melangkah lebih jauh, mari kita dalami dulu nih, asal-usul Tradisi Perang Pandan ini. Tradisi ini bukan sekadar adu kekuatan, tapi ada cerita mendalam di baliknya. 

Perang Pandan atau Mekare-Kare, adalah upacara yang dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Indra, sang Dewa Perang yang juga merupakan Dewa tertinggi.

Konon, Maya Denawa yang merupakan raja kejam, melarang masyarakat Tenganan melakukan ritual keagamaan karena Maya Denawa menganggap dirinya sebagai Dewa. Pengakuan itu pun menyebabkan para Dewa murka, hingga akhirnya diutuslah Dewa Indra untuk melawan Maya Denawa. 

Peperangan antara keduanya pun dimenangkan oleh Dewa Indra. Dari sinilah kemudian masyarakat Tenganan memperingati peperangan Dewa Indra dan Maya Denawa dengan Tradisi Perang Pandan, karena Dewa Indra merupakan Dewa Perang. 

Perang Pandan Selalu Diadakan Setiap Tahun pada Bulan ke-5 Kalender Bali di Desa Tenganan Dauh Tukad

Perang Pandan Bali.
Potret Perang Pandan Bali. Sumber: AFP/PutuSayoga

Berbicara tentang di mana dan kapan peristiwa magis ini terjadi, Perang Pandan selalu diadakan di Desa Tenganan Dauh Tukad, Karangasem, Bali. Desa ini kira-kira 10 km dari Candidasa, dan sekitar 78 km dari Denpasar. 

Tempat ini adalah salah satu dari sedikit komunitas Bali Aga, atau desa asli Bali, yang masih mempertahankan cara hidup tradisionalnya dengan sangat kuat.

Tradisi ini dirayakan setiap tahun pada bulan ke-5 kalender Bali, yang sering kali bertepatan dengan bulan Juni. Perayaan berlangsung selama 2 hari, di mana seluruh desa akan dipenuhi dengan energi dan semangat yang luar biasa.

Baca Juga : Mengenal Waruga, Tradisi Pemakaman Suku Minahasa yang Super Unik dan Memiliki Sejarah

Proses dan Ritual Tradisi Perang Pandan, Dimulai dari Mengelilingi Desa Hingga Terjadinya Perang Ikatan Daun Pandan Berduri

Perang Pandan Bali.
Potret Perang Pandan Bali. Sumber: Liputan6.com/Dewi Divianta

Sob, sekarang mari kita bicara tentang bagian yang paling seru, yaitu proses dan ritual dari Tradisi Perang Pandan. Semua dimulai dengan ritual mengelilingi desa yang dilakukan untuk memohon keselamatan dan berkat sebelum pertarungan dimulai. Ini adalah momen dimana warga bersama-sama berdoa dan mempersiapkan diri secara spiritual.

Setelah itu, para peserta yang terdiri dari laki-laki mulai dari remaja hingga dewasa akan bersiap di arena. Mereka menggunakan sarung tradisional dan tidak mengenakan baju, menampilkan tato dan hiasan adat yang menunjukkan keberanian mereka. 

Sebagai senjata, mereka menggunakan ikatan daun pandan berduri yang diatur sedemikian rupa hingga menyerupai gada, sementara perisai mereka terbuat dari anyaman rotan.

Pertarungan berlangsung cepat, biasanya kurang dari satu menit untuk setiap duel. Para pria ini akan saling menyerang dengan pandan di tangan kanan dan perisai di tangan kiri, dengan berusaha menggoreskan pandan ke tubuh lawan mereka. 

Wasit akan mengawasi dan mengatur jalannya pertarungan, memastikan semuanya berjalan sesuai adat dan etika. Sob, meskipun terdengar brutal, namun suasana saat perang berlangsung sangat jauh dari permusuhan. 

Kamu justru akan melihat eratnya kekeluargaan dalam tradisi ini. Contohnya, setelah pertarungan, semua peserta akan saling membantu untuk mencabut duri yang tertanam dan mengobati luka dengan ramuan tradisional dari kunyit. Ini adalah momen dimana solidaritas dan kebersamaan masyarakat benar-benar terasa, memperkuat ikatan antar warga desa. Jadi, jangan takut, ya, Sob!

Tradisi ini Tidak Selalu Tentang Pertarungan Fisik, Tetapi Sebagai Simbol Penghormatan Kepada Leluhur

Tradisi ini Tidak Selalu Tentang Pertarungan Fisik, Tetapi Sebagai Simbol Penghormatan Kepada Leluhur
Potret dua lelaki sedang melakukan Tradisi perang pandan. Sumber: beritabali.com

Sobat Suka Fakta, setelah menyimak bagaimana Perang Pandan diadakan, penting juga untuk memahami lapisan spiritual dan simbolisme yang terkandung dalam tradisi ini. 

Tradisi ini tidak hanya tentang pertarungan fisik, tetapi juga tentang pertarungan spiritual, dimana setiap peserta tidak hanya menghadapi lawan, tetapi juga menunjukkan penghormatan kepada leluhur dan Dewa Indra. 

Senjata yang digunakan juga gak sembarang pilih, Sob. Misalnya daun pandan berduri yang digunakan sebagai senjata, melambangkan kekuatan dan perlindungan, serta pengorbanan yang dilakukan dalam perang suci melawan kejahatan.

Perisai yang terbuat dari rotan juga bukan hanya alat pertahanan, tetapi simbol ketahanan dan kekuatan komunal. Kedua alat ini, dalam konteks ritual, berfungsi lebih dari sekadar perlengkapan pertarungan, mereka adalah perpanjangan dari doa dan kepercayaan masyarakat Tenganan.

Selain itu, darah yang terciprat dalam pertarungan bukan dilihat sebagai luka, tetapi sebagai simbol pemberian diri kepada alam semesta, persembahan untuk memperoleh berkat dan perlindungan Dewa. 

Ini mengajarkan kita tentang konsep pengorbanan dalam budaya Bali, di mana pengorbanan dianggap sebagai bagian penting dalam menjaga harmoni dan keseimbangan dengan dunia spiritual.

Baca Juga : Mengenal Tradisi Tatung di Kalimantan Barat, Tradisi Ekstrem dengan Cara Menusuk Tubuh Pakai Benda Tajam

Pria yang Bertarung Hanya Memakai Sarung, Selendang, dan Bertelanjang Dada

perang Pandan.
Potret pakaian pada saat perang Pandan. Sumber: visual.republika.co.id

Jadi, apa yang membuat Tradisi Perang Pandan benar-benar unik? Keunikan pertama bisa kita lihat dari pakaian adat yang dikenakan selama upacara. 

Pria yang bertarung hanya mengenakan sarung (kamen), dengan selendang (saput) dan ikat kepala (udeng) serta bertelanjang dada. 

Penampilan ini tidak hanya menunjukkan keberanian, tetapi juga keterhubungan mereka dengan alam. Kain tenun Gringsing yang digunakan adalah hasil karya seni yang sangat dihargai, di mana pembuatannya memerlukan ketekunan dan keterampilan tinggi, serta mewakili sejarah dan budaya Tenganan yang kaya.

Keunikan lainnya adalah suasana selama pertarungan. Meskipun fisiknya menantang dan kadang-kadang brutal, suasana hati selama dan setelah pertarungan sangat jauh dari kemarahan atau permusuhan. 

Peserta pertarungan, serta penonton, seringkali terlihat gembira dan bangga, merayakan kekuatan dan ketangguhan, serta kebersamaan mereka sebagai komunitas.

Seluruh Warga Desa Tenganan Sangat Antusias Untuk Mempersiapkan Tradisi Perang Pandan

Sob, prosesi Perang Pandan tidak hanya melibatkan para pejuang yang berada di garis depan. Pasalnya, seluruh desa Tenganan terlibat dalam persiapan upacara ini. 

Hari-hari menjelang perang diisi dengan berbagai kegiatan persiapan, mulai dari pembuatan senjata dari daun pandan, penganyaman perisai rotan, hingga persiapan pakaian adat.

Anak-anak hingga orang tua, semua warga desa memiliki peran masing-masing. Anak-anak muda belajar dari yang lebih tua, menerima pelajaran tentang keberanian, kerendahan hati, dan pentingnya mempertahankan tradisi. 

Ya, Perang Pandar bukan hanya upacara untuk ‘perang’, tapi juga merupakan sarana edukasi dan pembentukan karakter bagi generasi muda.

Selain itu, persiapan juga meliputi ritual minum tuak yang dilakukan dengan cara sangat tradisional dan simbolis, menggunakan daun pisang sebagai gelas. Ini adalah saat di mana masyarakat berkumpul, berbagi cerita, dan memperkuat ikatan mereka satu sama lain. 

Setiap aspek dari Tradisi Perang Pandan dilakukan dengan penuh semangat dan kebersamaan, mencerminkan kekuatan dan ketahanan budaya Bali. 

Sobat Suka Fakta, mengamati bagaimana sebuah tradisi dapat mengikat sebuah komunitas bersama-sama adalah sesuatu yang sangat inspiratif. Di bagian selanjutnya kita akan membahas tentang bagaimana luka dan pengobatan menjadi bagian dari ritual ini, jadi tetap bersama kita ya!

Baca Juga : Mengenal Tradisi Gigi Runcing dari Suku Mentawai, Hanya Dilakukan oleh Para Wanita

Para Petarung yang Terluka Akan Diberikan Obat Tradisional, Menggunakan Ramuan Kunyit 

Sobat Suka Fakta, setelah adrenalin pertarungan reda, momen yang paling penting bukanlah tentang siapa yang menang, tapi bagaimana semua yang terlibat saling bantu dalam proses penyembuhan. 

Di Desa Tenganan, momen ini menjadi simbolik dengan penggunaan ramuan kunyit. Kandungan anti-inflamasi dan antiseptiknya bukan hanya bagus untuk mengobati luka, tapi juga simbolis dalam membersihkan dan mensucikan setelah pertarungan.

Saat sesi pengobatan dimulai, peserta pertarungan yang terluka dibantu oleh rekan-rekan mereka dan dibantu oleh peserta lain serta warga desa. 

Mereka duduk berkeliling mencabuti duri pandan yang menancap dan mengolesi luka dengan kunyit. Sob, ini bukan cuma soal mengobati luka fisik, tapi juga tentang mempererat tali persaudaraan di antara mereka. Keren, kan?!

Tradisi Perang Pandan Ditutup dengan Ibadah Bersama di Pura Desa dan Penampilan Tari Rejan

Tari Rejan
Tari Rejan sebagai penutup. Sumber: nusabali.com

Setelah semuanya dirawat, ada upacara penutup yang khidmat sekaligus penuh dengan kehangatan. Perang Pandan ditutup dengan persembahyangan bersama di pura desa. 

Ini waktu di mana semua orang, baik peserta maupun penonton, berkumpul untuk mengucap syukur dan berdoa bersama. Mereka juga menampilkan Tari Rejan, tarian yang menandai rasa syukur dan perayaan atas kesuksesan mereka menjalankan tradisi ini.

Acara penutup ini lebih dari sekedar ritual keagamaan, Sobat. Ini adalah momen ketika semua elemen masyarakat berkumpul dan merenungkan pentingnya kebersamaan dan kedamaian dalam komunitas mereka. Ini bukti bahwa meskipun Perang Pandan terlihat seperti pertarungan, inti sebenarnya adalah tentang harmoni dan kesatuan.

Baca Juga : Mengenal Tradisi Kebo-keboan, Berdandan dan Berperilaku Seperti Kerbau

Kesimpulan

Jadi, Sobat Suka Fakta, kita sudah mengulik cukup dalam tentang Tradisi Perang Pandan dari Bali. Dari cerita sejarahnya, ritual yang penuh warna, sampai nilai spiritual dan sosial yang mereka pegang teguh, kita bisa lihat bahwa ini bukan sekadar festival atau pertunjukan, tapi representasi dari identitas dan nilai budaya masyarakat Tenganan.

Semoga, dengan kita lebih mengenal Tradisi Perang Pandan, kita juga jadi lebih menghargai dan terinspirasi untuk ikut serta dalam melestarikan kebudayaan unik yang ada di sekitar kita. Sampai bertemu lagi di petualangan budaya selanjutnya. Jangan lupa untuk terus mengikuti dan belajar tentang kekayaan budaya kita, ya! Salam budaya, Sob!

Baca Juga : Mengenal Tradisi Potong Jari Papua, Sebagai Tanda Kesedihan Jika Ada Keluarga yang Meninggal

Referensi :

  • Pemerintah Provinsi Riau (2023, Juni 9). Festival Bakar Tongkang pada Tahun 2023 Kembali. Diakses dari https://www.riau.go.id/home/skpd/2023/06/09/6350-festival-bakar-tongkang-pada-tahun-2023-kembali.
  • Liputan6.com (2023, Juli 4). Mengenal Festival Bakar Tongkang, Ritual Adat Tionghoa di Rokan Hilir Riau. Diakses dari https://www.liputan6.com/regional/read/5336811/mengenal-festival-bakar-tongkang-ritual-adat-tionghoa-di-rokan-hilir-riau.
  • Wikipedia Ritual Bakar Tongkang. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Ritual_Bakar_Tongkang.
  • Media Center Rohil Event Bakar Tongkang di Rohil Ditiadakan, Bupati Rohil Lakukan Silaturahmi dan Beri Dukungan. Diakses dari https://mediacenter.rohilkab.go.id/view/event-bakar-tongkang-di-rohil-ditiadakan-bupati-rohil-lakukan-silaturahmi-dan-beri-dukungan.
Sukafakta

SukaFakta adalah website berita yang menyajikan fakta unik, fakta misteri, dan fakta dunia yang menarik dan terpercaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *